Baik, sebuah kata yang aneh. Sederhana, tapi aneh.
Kenapa? Coba bayangkan dimanakah batasan dari kata tersebut? Adakah yang mampu
menjawab? Apakah seseorang yang selalu menyapa setiap berjumpa dapat dikatakan
baik? Apakah seseorang yang selalu berpakaian sopan dapat dikatakan baik?
Apakah seseorang yang suka memberi dapat dikatakan baik? Apakah seseorang... –
hah, sudahlah. Jadi apa makna kata itu sebenarnya?
Atau coba kita ambil cara pandang lain yang mungkin saja
lebih mudah. Apakah seseorang dokter dapat dikatakan baik? Tentara? Polisi?
Pendakwah atau pengkothbah? Ada yang berani menjamin mereka baik? Lantas, apa
berati mereka tidak baik? Ada yang
berani menyimpulkan? Atau bagaimana jika bercermin, mana tahu ini adalah cara
yang lebih mudah lagi. Coba lihat diri sendiri. Ada yang cukup berani
mengatakan dirinya sendiri baik? Atau adakah yang cukup bodoh mengatakan
dirinya sendiri tidak baik?
Itulah yang tadi dimaksud dengan tidak ada batasan. Kebaikan manusia itu selalu bersyarat. Maksudnya apa? Ya, seseorang hanya baik kepada seseorang yang dianggapnya memiliki potensi. Ini fakta pahit jika dilihat dari kebaikan Tuhan yang menciptakan manusia itu sendiri. Mungkin – ini hanya mungkin – hanya Tuhan satu satunya yang baik-nya tanpa syarat. Kalau begini kan seolah baik – dalam persepsi manusia – itu hanyalah seperti falseto. Tahu falseto?
Itulah yang tadi dimaksud dengan tidak ada batasan. Kebaikan manusia itu selalu bersyarat. Maksudnya apa? Ya, seseorang hanya baik kepada seseorang yang dianggapnya memiliki potensi. Ini fakta pahit jika dilihat dari kebaikan Tuhan yang menciptakan manusia itu sendiri. Mungkin – ini hanya mungkin – hanya Tuhan satu satunya yang baik-nya tanpa syarat. Kalau begini kan seolah baik – dalam persepsi manusia – itu hanyalah seperti falseto. Tahu falseto?
0 komentar:
Posting Komentar