Sabtu, 08 Februari 2014

Limerence

Aku tak tahu apa yang terjadi denganku pada saat ini. Waktu waktu kosongku disekolah, seolah tercipta tanpa makna. Duduk diam di bangku panjang di depan kelas - melihat hiruk pikuk manusia yang tak mampu membuatku membuka mata - melihat realita yang nyata. 

Namun sebenarnya, ada satu yang mampu, yaitu kau. Kau mengumbar senyuman yang selalu membuatku terhenyak. Suatu saat, kau datang ke arahku. Kau duduk disebelahku. Kau mulai bercerita tentang betapa bahagianya kau saat itu. Aku suka kau bahagia, hanya saja alasanmu bahagia itu - membuatku berpikir kau hanya mimpi bagiku.

Kau bercerita bagaimana mimpi mimpi di malammu selalu dihiasi dia yang kau suka. Bagaimana bisa, dia yang belum tentu menaruh hati padamu, dengan mudahnya mencuri hidupmu? Sedangkan namaku saja, mungkin tak pernah sekalipun terbesit di benakmu. Memang, itu hak mu. Tapi, apakah memang sudah begitu kodratnya, dimana cinta tak bisa berpikir lebih cerdas lagi?

Puas bercerita, kau terlelap, hanya sejengkal dari bahuku. Tak sudihkah kau bergerak sedikit lagi mendekatiku, agar kau bisa meletakkan kepalamu dipundakku? Kupastikan, yang akan kau rasa hanyalah kasur bulu domba dan fajar di awal asa - lembut dan hangat.

Namun yang ada hanya seolah memang sudah ditakdirkan seperti itu, kau tak pernah ada dalam dekapanku. Aku hanya mampu mengamati wajah cerahmu yang sedang memasuki dunia yang kubenci - mimpi. Seperti yang sudah kuduga, kau tersenyum disana. Itu keadaan yang sangat sulit diterima otakku. Mataku mengirimkan sinyal betapa tentramnya dia melihatmu, disaat sinyal yang dikirimkan hatiku adalah kekecewaan dan patah harapan.

Terbesit dibenakku untuk menggunakan tanganku membelai halus pipimu untuk membawamu kembali kedunia ini - sebagai respon terbaik dari seluruh dilema yang terjadi. Hanya saja aku terlalu takut. Aku terlalu takut untuk menerima kenyataan bahwa saat kau terbangun nanti, kau justru tak bisa melihatku, lagi.
Share:

2 komentar:

  1. Yah, gak kebayang lah yg namanya cinta :)

    BalasHapus
  2. apa cinta memang selalu seperti itu? ada aja pahitnya, seperti kopi. emg sih enak. tapi kan kalo jadinya seperti es dawet, lebih enak lagi. yang terasa hanya manis :3

    BalasHapus