Hari ini adalah hari ulang
tahunmu. Alarm yang sudah kuatur untuk berbunyi pukul lima sore sehari sebelum
hari ini yang mengingatkannya. Sayang, semua upayaku itu terkesan sia-sia,
karena aku tetap tidak menjadi yang pertama mengucapkan selamat untukmu.
Badanku yang sangat lelah dengan seluruh aktivitas padat yang kulakukan
belakangan ini membuatku tak mampu menahan beratnya mataku.
Namun, pagi ini aku telah
mengucapkannya. Aku mengucapkannya dengan suara serak dengan roh yang bahkan
masih belum utuh. Tapi aku mengucapkannya, alam bawah sadarku yang
menggerakkanku. Tidakkah kau mendengar suara alarm lainnya di tengah-tengah
ucapanku? Berterimakasihlah kepadanya, ya. Jangan salahkan dia karena merusak
suasana di telingamu yang mendengarkanku.
Sebenarnya tujuanku menuliskan
ini karena ada hal yang tak mampu kusampaikan tadi. Aku ingin mengucapkan
terimakasih karena telah menjadi masa laluku, masa lalu yang mendewasakanku.
Memang semua tergambar pahit, tetapi bukankah dari awal perkenalan kita saja
semuanya sudah penuh dengan nuansa itu? Masih ingat kah kau saat aku membuat
gigimu yang baru dipasang kawat sakit dengan dasi biruku? Aku tidak dapat
menemukan dasi yang membuat kita harus bersama-sama menghadap wali kelas di
usia kita yang masih belia tersebut. Saat itu aku meminta maaf, namun kau tidak
menyambut tanganku dengan tulus. Saat itu aku mulai benci kepada malaikat
secantik dirimu yang sudah membuat hatiku luluh saat mendengarmu bernyanyi
“lilin kecil” saat masa orientasi sekolah.
Itulah fakta awal dari kita,
hingga kita bisa terikat dalam sebuah hubungan yang mencekikku. Aku tak mau
menceritakannya disini, karena itu membuat aku terkesan begitu lemah. Dua
minggu terindah di dalam hidupku pun melayang bersama dengan seluruh hal tentangmu
di dalam benakku. Aku mulai mengenal gadis-gadis lain yang tak kalah menariknya
denganmu. Bahkan beberapa dari mereka pernah memiliki hubungan denganku. Sekalipun begitu, fotomu selalu tersimpan dalam
memori ponselku. Aku harus mengakuinya. Aku tak bisa membiarkanmu hilang begitu saja. Harus ada tali
yang membatasi dan menarikku kembali saat aku telah melangkah terlalu jauh
darimu, bukan?
Kini, kita sama-sama telah dewasa.
Kau, masa laluku, tak masalah bagiku sekalipun kau bukanlah masa kiniku. Aku
juga masih ingin melunakkan hatiku dulu dengan gadis-gadis lain hingga kelak
ketika tiba waktu dimana kau akan berbaring disana, kau akan terlelap dengan
nyaman. Dalam topik doaku, aku selalu berharap kaulah masa depanku. Akankah itu
terwujud? Biarlah itu menjadi keputusan Tuhan.
Selamat ulang tahun masa laluku.
Nikmatilah masa kinimu. Aku selalu percaya kalau kita jodoh, kita pasti akan
bertemu lagi.
0 komentar:
Posting Komentar