Sabtu, 13 Desember 2014

Dear 10 Desember.

Gila! Malam ini aku benar-benar ga tau mau ngapain. Aku telah menghabiskan berjam-jam di depan laptop kesayanganku, menonton film-film cinta yang ga jelas endingnya. Ya, ga jelas. Film-film itu seolah membuat cinta yang rumit menjadi semudah ucapan. Kuping ini pun sekarang jadi pengang karena – kata-katanya sungguh menjijikkan – aku nyetel headsetnya kekencangan. Aku pun melepaskannya dan mengambil segelas air di dispenser di lorong asrama yang sekarang uda kaya kolam renang.

Apes! Sejak asrama direnovasi, tak ada lantai yang tak basah. Seluruh renovasi ini benar-benar mengangguku. Malah mau ulangan akhir lagi. Belajar pun jadinya sama sekali ga nyaman. Mau ke perpus, males ketemu anak-anak alay yang manfaatin perpus untuk sarana eksploitasi internet gratis atau hanya biar sekedar dicap kutu buku. Aku heran kenapa akhir-akhir ini orang jadi bangga dicap kutu buku? Padahal setauku dulu itu adalah sebuah penghinaan buat orang-orang yang bertingkah seperti manusia-yang-tak-tersentuh-peradaban.

Hah, dunia lagi-lagi mendahuluiku. Kini aku pun membuka jendela kamar dan duduk disana menatap langit. Aku biarkan laptopku masih menyala, bahkan kini ia menyanyikan lagu If My Heart was a Housenya Owl City. Sumpah, nancep banget, dan bahkan aku sekarang lagi beradu pandang dengan sang Bulan karena lagu itu. Aku bingung kenapa sang Bulan tidak pernah kalah saat adu-tahan-tak-berkedip denganku.


Ya sudah sih, ga perlu ku permasalahkan segitunya juga, kan?
Share:

0 komentar:

Posting Komentar