Gila! Malam ini aku benar-benar ga
tau mau ngapain. Aku telah
menghabiskan berjam-jam di depan laptop kesayanganku, menonton film-film cinta
yang ga jelas endingnya. Ya, ga jelas. Film-film itu seolah membuat
cinta yang rumit menjadi semudah ucapan. Kuping ini pun sekarang jadi pengang
karena – kata-katanya sungguh menjijikkan – aku nyetel headsetnya kekencangan.
Aku pun melepaskannya dan mengambil segelas air di dispenser di lorong asrama
yang sekarang uda kaya kolam renang.
Apes! Sejak asrama direnovasi, tak ada lantai yang tak basah.
Seluruh renovasi ini benar-benar mengangguku. Malah mau ulangan akhir lagi.
Belajar pun jadinya sama sekali ga
nyaman. Mau ke perpus, males ketemu anak-anak alay yang
manfaatin perpus untuk sarana
eksploitasi internet gratis atau hanya biar sekedar dicap kutu buku. Aku heran kenapa akhir-akhir ini orang jadi bangga
dicap kutu buku? Padahal setauku dulu
itu adalah sebuah penghinaan buat orang-orang yang bertingkah seperti
manusia-yang-tak-tersentuh-peradaban.
Hah, dunia lagi-lagi mendahuluiku. Kini aku pun membuka jendela
kamar dan duduk disana menatap langit. Aku biarkan laptopku masih menyala,
bahkan kini ia menyanyikan lagu If My
Heart was a Housenya Owl City. Sumpah,
nancep banget, dan bahkan aku sekarang lagi beradu pandang dengan sang Bulan
karena lagu itu. Aku bingung kenapa sang Bulan tidak pernah kalah saat
adu-tahan-tak-berkedip denganku.
Ya sudah sih, ga perlu ku
permasalahkan segitunya juga, kan?
0 komentar:
Posting Komentar