Aku membutuhkan waktu yang lama dan peristiwa yang
komplek untuk membuatku sadar bahwa ternyata aku adalah seorang yang introvert. Tak
pernah kusangka ternyata aku lebih memilih untuk berkecimpung dibalik buku-bukuku
yang membosankan itu daripada menonton televisi bersama keluarga besarku. Tak pernah kusangka ternyata aku lebih
memilih mengahabiskan waktu seharian didepan laptop daripada harus ikut pamanku
jalan-jalan melihat kota. Tak pernah kusangka bahwa ternyata selama ini aku
selalu mengulur waktu makan-ku hanya untuk menghindari makan bersama mereka. Tak
pernah kusangka ternyata semua itu adalah gejala introvert.
Jujur, kukira selama ini aku orang yang cenderung ekstrovert, atau setidaknya
ambievert. Aku bisa menarik kesimpulan seperti itu karena kukira itulah aku
selama ini, yang senang menghabiskan waktu diluar bersama teman-temanku, berorganisasi,
main musik, main layangan, main-main-lah pokoknya, makan, atau hanya sekedar
nongkrong dan ngobrol-ngobrol ringan. Namun ternyata aku telah melewatkan hal
yang sebenarnya adalah inti dari kepribadianku. Benar, aku menikmati waktu-waktuku
diluar bersama mereka. Namun jika aku menelisik lebih jauh, itu semua terjadi karena
aku telah menganggap mereka sangat intim denganku – sudah seperti saudara
kandung.
Karena seorang yang
introvert kronis sekalipun, pasti akan mampu berinteraksi dengan keluarga
kecilnya, bukan?
Masih penasaran dengan semua itu, aku mencari tahu
ciri-ciri orang yang ekstrovert maupun introvert. Aku pun mengoreksi diriku dengan
indikator tersebut dan ternyata 60-70% kepribadianku adalah introvert. Sebenarnya
sih konsep dari kepribadian itu sendiri adalah manusia pasti memiliki kedua sifat –
ekstrovert dan introvert – tersebut, yang mana membuatnya menjadi ambievert. Jujur,
aku masih bingung dengan istilah ambievert ini. Bukannya kalau begitu semua
manusia adalah ambievert? Jadi sampai mana dong
batasan hingga seseorang dapat dikatakan ekstrovert ataupun introvert?
Terlepas dari semua kelabilanku tentang konsep –
ekstrovert – ambievert – introvert – ini, aku ingin kembali ke konteks awal, yakni
sifat manakah yang lebih menonjol?.
Nah, kalau begitu kan berarti aku bisa dikatakan sebagai seorang yang introvert
– setidaknya introvert akut, bukan kronis. Butuh waktu beberapa saat untuk
membuatku kembali menulis setelah memikirkan hal serumit ini.
Tapi untunglah setelah mengetahui ini semua, ada bagian
kecil dihatiku yang ingin sekali bersuara tentang sudut pandangku selama ini
mengenai seluruh peristiwa yang telah kualami. Ya, tentu sebelum aku mengetahui
bahwa aku seorang introvert, aku telah mengalami banyak hal. Dan dari sisi itulah
aku ingin mengatakan kepada dunia bahwa : “hey,
kami bukanlah anti-sosial. Kami suka berbicara. Kami suka bergaul. Kami suka
bermain bersama kalian. Tapi sebelum itu, kami harus memastikan bahwa kami
telah memiliki kedekatan intim dengan kalian.”
Intinya apa? Aku – sebagai salah satu dari mereka yang
introvert – kami tidak bisa berubah. Kami harap kalianlah yang menyesuaikan
diri dengan kami, karena dimata kami kalian lebih fleksibel daripada kami.
Buatlah kami merasa kalian adalah keluarga – yang benar-benar keluarga – kami.
Dan disaat kalian telah memiliki kami, maka kalian akan menyadari betapa
beruntungnya kalian telah mengenal orang-orang seperti kami.
Tidak mungkin kan
aku mampu mengatakan semua itu jika aku bukan seorang introvert? Bahkan jika
aku bukan introvert, aku tak akan mungkin mau meluangkan waktuku untuk menulis
hal yang konyol seperti ini. Ada juga fakta bahwa seorang yang introvert lebih suka
mengungkapkan isi hatinya lewat tulisan. Hubungannya dengan aku apa? Coba baca blog descriptionku. Itu kutulis
jauh sebelum aku memiliki rasa ingin tahu tentang hal-hal seperti ini, jauh
sebelum aku tahu kalau aku seorang yang introvert. Kasarnya, itu tertulis oleh
alam-bawah-sadarku.
Jadi? Ya, aku seorang introvert, dan itu terasa
menggelikan.
kawkawkawk so puitis banget lu bang :D
BalasHapus