Minggu, 20 Juli 2014

Introvert

Aku membutuhkan waktu yang lama dan peristiwa yang komplek untuk membuatku sadar bahwa ternyata aku adalah seorang yang introvert. Tak pernah kusangka ternyata aku lebih memilih untuk berkecimpung dibalik buku-bukuku yang membosankan itu daripada menonton televisi bersama keluarga besarku.  Tak pernah kusangka ternyata aku lebih memilih mengahabiskan waktu seharian didepan laptop daripada harus ikut pamanku jalan-jalan melihat kota. Tak pernah kusangka bahwa ternyata selama ini aku selalu mengulur waktu makan-ku hanya untuk menghindari makan bersama mereka. Tak pernah kusangka ternyata semua itu adalah gejala introvert.

Jujur, kukira selama ini aku orang yang cenderung ekstrovert, atau setidaknya ambievert. Aku bisa menarik kesimpulan seperti itu karena kukira itulah aku selama ini, yang senang menghabiskan waktu diluar bersama teman-temanku, berorganisasi, main musik, main layangan, main-main-lah pokoknya, makan, atau hanya sekedar nongkrong dan ngobrol-ngobrol ringan. Namun ternyata aku telah melewatkan hal yang sebenarnya adalah inti dari kepribadianku. Benar, aku menikmati waktu-waktuku diluar bersama mereka. Namun jika aku menelisik lebih jauh, itu semua terjadi karena aku telah menganggap mereka sangat intim denganku – sudah seperti saudara kandung.

Karena seorang yang introvert kronis sekalipun, pasti akan mampu berinteraksi dengan keluarga kecilnya, bukan?

Masih penasaran dengan semua itu, aku mencari tahu ciri-ciri orang yang ekstrovert maupun introvert. Aku pun mengoreksi diriku dengan indikator tersebut dan ternyata 60-70% kepribadianku adalah introvert. Sebenarnya sih konsep dari kepribadian itu sendiri adalah manusia pasti memiliki kedua sifat – ekstrovert dan introvert – tersebut, yang mana membuatnya menjadi ambievert. Jujur, aku masih bingung dengan istilah ambievert ini. Bukannya kalau begitu semua manusia adalah ambievert? Jadi sampai mana dong  batasan hingga seseorang dapat dikatakan ekstrovert ataupun introvert?

Terlepas dari semua kelabilanku tentang konsep – ekstrovert – ambievert – introvert – ini, aku ingin kembali ke konteks awal, yakni sifat manakah yang lebih menonjol?. Nah, kalau begitu kan berarti aku bisa dikatakan sebagai seorang yang introvert – setidaknya introvert akut, bukan kronis. Butuh waktu beberapa saat untuk membuatku kembali menulis setelah memikirkan hal serumit ini.

Tapi untunglah setelah mengetahui ini semua, ada bagian kecil dihatiku yang ingin sekali bersuara tentang sudut pandangku selama ini mengenai seluruh peristiwa yang telah kualami. Ya, tentu sebelum aku mengetahui bahwa aku seorang introvert, aku telah mengalami banyak hal. Dan dari sisi itulah aku ingin mengatakan kepada dunia bahwa : “hey, kami bukanlah anti-sosial. Kami suka berbicara. Kami suka bergaul. Kami suka bermain bersama kalian. Tapi sebelum itu, kami harus memastikan bahwa kami telah memiliki kedekatan intim dengan kalian.”

Intinya apa? Aku – sebagai salah satu dari mereka yang introvert – kami tidak bisa berubah. Kami harap kalianlah yang menyesuaikan diri dengan kami, karena dimata kami kalian lebih fleksibel daripada kami. Buatlah kami merasa kalian adalah keluarga – yang benar-benar keluarga – kami. Dan disaat kalian telah memiliki kami, maka kalian akan menyadari betapa beruntungnya kalian telah mengenal orang-orang seperti kami.

Tidak mungkin kan aku mampu mengatakan semua itu jika aku bukan seorang introvert? Bahkan jika aku bukan introvert, aku tak akan mungkin mau meluangkan waktuku untuk menulis hal yang konyol seperti ini. Ada juga fakta bahwa seorang yang introvert lebih suka mengungkapkan isi hatinya lewat tulisan. Hubungannya dengan aku apa? Coba baca blog descriptionku. Itu kutulis jauh sebelum aku memiliki rasa ingin tahu tentang hal-hal seperti ini, jauh sebelum aku tahu kalau aku seorang yang introvert. Kasarnya, itu tertulis oleh alam-bawah-sadarku. 

Jadi? Ya, aku seorang introvert, dan itu terasa menggelikan.

– informasi tambahan : hampir semua penulis adalah pengidap introvert –
Share:

1 komentar: